Lompat ke isi

Kaca:Puisi Sawer Bahasa Sunda.djvu/103

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

Bait-bait ke-5, 6, 20, dan 22 dalam teks sawer ini dapat dibandingkan dengan bait-bait ke-6, 7, 20, dan 21 dalam teks sawer nomor 9.

C. Isi
(1) Gema dan Amanat

Tema yang paling menonjol dalam teks sawer ini, ialah memberi nasihat, yang dapat diperincikan sbb: (1) agar tabah atau tahan selama dikhitan, (2) agar memanfaatkan uang panyecep buat pembeli barang yang berguna bagi masa yang akan datang (disarankan membeli anak domba), (3) agar menginsyafi jasa orang tua, karena berapa besar penderitaan ibu selama mengandung, (4) agar berbaik-baik dengan sanak saudara dan teman-teman, (5) agar tekun menuntut ilmu, (6) mengamalkan ilmu atau ajaran Islam, (7) agar menginsyafi jasa orang tua, karena betapa besar kekhawatiran dan kesulitan ibu memelihara anak semenjak kecil, (8) jangan terlalu banyak berlari-larian menjelang dikhitan. Di antara berbagai nasihat itu terdapat bait yang menerangkan bahwa khitanan itu adalah adat kebiasaan.

(2) Susunan

Berdasarkan pemenggalan isinya, seluruh teks sawer ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (1) pembukaan, (2) inti, dan (3) penutup.

Pembukaan sawer digubah dalam bentuk puisi bebas yang corak ungkapannya mirip dengan rajah cerita pantun (Sunda). Isinyapun mencerminkan suasana yang sama dengan rajah. Suasana khidmat mengiringi permohonan untuk menggubah leluri lama yang berlatarkan kesejarahan.

Inti sawer seluruhnya digubah dalam bentuk syair (24 bait). Sedangkan bagian penutup, dalam pupuh Kinanti, yang memberikan bahwa sawer telah berakhir. Telaah atas padalisan-padalisannya menunjukkan bahwa pupuh ini merupakan jenis wawangsalan dangding. Bagian ini diduga dinyanyikan dengan lagu kidung, -atau mungkin dengan lagu lain pula yang biasa digunakan bagi pupuh Kinanti.

D. Bahasa

Bahasa atau ungkapan-ungkapan dalam rajah pembukaan terasa puitis. Hal itu terutama disebabkan oleh karena ungkapan-ungkapan yang digunakan pada bagian itu banyak yang sudah dikenal benar sebagai larik-larik pantun, atau sekurang-kurangnya bergaya pantun (pengulangan makna, dsb). Selain dari bagian itu, bahasa yang digunakan kembali kepada bahasa dan gaya bahasa sehari-hari. Dengan demikian, peralihan dari rajah ke bait-bait syair, disertai pula dengan peralihan suasana.

90