Lompat ke isi

Kaca:Puisi Sawer Bahasa Sunda.djvu/23

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

(a) garu wilangan, ialah jumlah larik dalani satu bait pupuh, dan jumlah suku kata dalam satu larik;

(b) guru lagu, ialah bunyi akhir tiap larik;

(c) pedotan, ialah pemenggalan larik sesuai dengan perhentian suara waktu melagukannya. Pedotan ini bertalian erat dengan wirahma. Dalam setiap larik terdapat kumpulan suku kata yang disebut wirahma angkatan, yaitu wirahma awal, dan wirahma pungkasan, yaitu wirahma akhir yang dibatasi oleh pedotan.

Selain tergubah dalam hentuk-bentuk yang telah disebutkan itu, Yuli Yulhayadi menyebutkan (1979 : 35) bahwa terdapat sawer yang tertulis dalam bentuk prosa lirik, yakni satu bentuk prosa yang semi terikat; jumlah suku kata dalam satu larik, dan pedotan tetap terpelihara.

2.3 Isi

Menurut L.G. Alexander (1979 : 126-128) dalam puisi terdapat tema dan itikad (kehendak) pengarang serta maksud.

1) Tema ialah pokok atau pangkal pikiran yang timbul dari sesuatu persoalan. Pokok pikiran itu menjiwai cerita, dan mengandung suatu tujuan tertentu yang ingin dikemukakan oleh pengarangnya (Yetty K. Hadish, 1981 : 138).

2) Susunan karangan bertalian erat dengan alurnya. Menurut L.G. Alexander (1979 : 133) susunan yang sederhana terdiri atas pembukaan, inti, dan penutup.

2.4 Bahasa

Menurut Yus Rusyana (1980 : 5) bunyi bahasa penting kedudukannya dalam puisi. Dalam bahasa terdapat ungkapan-ungkapan yang sudah terbina dari masa ke masa oleh para penutur. Sedang menurut L.G. Alexander (1979 : 126) ungkapan yang biasa terdapat dalam puisi di antaranya : metafora, personifikasi, aliterasi, dan juga terdapat rima, asonansi, serta ritme.

Dasar-dasar inilah yang digunakan dalam analisis khusus puisi sawer, seperti yang dideskripsikan dalam Bab IV, sedangkan dasar teori tentang kebudayaan, seperti dikemukakan dalam pendahuluan, diterapkan dalam analisis dandeskripsi dalam Bab III.

10