Lompat ke isi

Kaca:Puisi Sawer Bahasa Sunda.djvu/26

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

Jadi kata nyawer itu sesuai dengan dua hal :

a) waktu nyawer, juru sawer biasa menaburkan kelengkapan beras, kunyit, uang, tektek, dsb;

b) nyawer selalu dilaksanakan di taweuran yang disebut juga panyaweran (Uton Muchtar, 1977; Saini Km dkk 1979).

Jadi, bersandar pada hasil penelitian Yus Rusyana secara etimologis, dan pendapat-pendapat ini jelaslah bahwa kata sawer itu mengandung arti dasar "tabur” atau menyebar. Bila hal ini dihubungkan dengan upacara adat Sunda, memang sawer itu dilaksanakan dengan cara menyebarkan atau menaburkan beras dan benda lain pada saat upacara itu berlangsung.

Pendapat umum bahwa kata sawer berasal dari kata "syair” tidaklah dapat dipastikan, karena dalam kenyataannya kebiasaan nyawer dengan mempergunakan bentuk mantra sudah ada sebelum bentuk syair itu datang bersamaan dengan kebudayaan Islam (c.f.Yus Rusyana, 1971 : 1). Demikian pula ternyata bahwa puisi sawer tidak selalu disampalkan dalam puisi syair, seperti akan tampak dalam deskripsi dan teks di bab seianjutnya.

3.2 Timbulnya Puisi Sawer dan Kedudukannya dalam Masyarakat Sunda

Dapat kita perkirakan bahwa kehadiian puisi sawer itu sudah cukup lama. Ini ternyata apabik kita hubungkan kehadiran puisi sawer dengan upacara nyawernya sendiri.

Seperti juga berbagai upacara adat kebiasaan lainnya yang terdapat di Nusantara, yakni yang bertalian dengan kepercayaan, misalnya upacara menuai padi, menyelamatkan rumah/bangunan dan kampung, menyelematkan orang meninggal, upacara sawer (nyawer) merupakan bagian dari tata kehidupan orang Sunda sejak lama. Upacara itu telah diwariskan secara turun-temuTun.

Menurut Koentjaraningrat (1976) upacara adat yang bertalian dengan religi bukan hanya ada di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Contohnya saja pada bangsa-bangsa di Asia Tenggara, yakni suku bangsa Shan di Birma, bangsa Karen, Thai, Kmer, Kham, dan Vietnam.

Dalam upacara magis yang bersifat ritual, mantera-mantera atau kata-kata yang diucapkan itu dianggap bertuah, dan merupakan puisi magis yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan cita dan kehendak pelaku.

Ucapan-ucapan simbolik dan puitis seperti kita dapatkan dalam mantra cerita pantun, yang oleh orang Sunda mantra itu disebut rajah, umumnya merupakan ucapan-ucapan sebagai bagian dari satu gubahan puisi sawer. Inilah salah satu contohnya berupa pembukaan puisi sawer:

13