Lompat ke isi

Kaca:Puisi Sawer Bahasa Sunda.djvu/29

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

3.3 Pagelaran Sawer dalam Upacara Religi

Puisi sawer dipergunakan sesuai dengan maeam upacara yang diadakan. Seperti sudah disinggung, pada masyarakat lama (Sunda) puisi sawer itu merupakan puisi yang dipergunakan pada upacara magis/religi, yakni untuk menyeru roh-roh yang dianggap baik, makhluk halus, leluhur, dewi, pohaci, bujangga, dewa, untuk meminta perlindungan, bantuan. keselamatan, ketenteraman, kebahagiaan, kemakmuran. Lain dari pada itu berupa upaya dijauhkan dari roh-roh yang dianggap jahat, setan, siluman, yang mendatangkan penyakit dan malapetaka.

Upacara religi mempunyai banyak unsur-unsur, yakni : (a) bersaji, (b) berkurban, (c) berdoa, (d) makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, (e) menari tarian suci, (f) menyanyi nyanyian suci (g) berprosesi atau berpawai (h) memainkan drama suci (i) berpuasa. (j) intoxikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan trance, mabuk, (K) bertapa, bermandi, (Koentjaraningrat, 1974 : 221)

Pelaksanaan suatu upacara ritual umunmya mengandung suatu rangkaian dan sejumlah unsur-unsur ini. Rangkaiannya tidak selalu sama, Contoh :

Dalam upacara hajat bumi, yakni selamatan seteah panen di Cikiray, kabupaten Ciamis, terdapat rangkaian berikut : dibuat sesajen congcot 'nasi kukus' dilengkapi potongan ujung telinga, bibir, dan irisan hati kerbau: dibacakan puisi mantra; menari tayub semalam suntuk sampai pagi; diperdengarkan lagu-lagu tradisional Papalayon dan Soleasih, serta minum tuak sampai mabuk (Yetty K' Hadish, 1977 ; 151-152).

Kemudian Koentjaraningrat menyebutkan bahwa sistem pelaksanaan upacara mempunyai beberapa aspek, yakni :

(a) tempat upacara dilakukan, (b) saat-saat upacara dijalankan. (c) benda-benda dan alat upacara, dan (d) orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Ternyata uhsui-unsur dalam upacara nyawer di Jawa Barat, dan sistem pelaksanaannya dalam beberapa hal memang bersesuaian dengan apa yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat tersebut.

Agar lebih jelas pada kesempatan apa, dan saat-saat apa saja puisi sawer itu dipergunakan, akan digambarkan secara umum.

Ungkaran hklup manusia berkisar sejak dia mulai dibenihkan hingga mencapai saat meninggalkan dunia fana. Bahkan menurut kepercayaan animistis, jiwa itu masih tetap hidup sebagai spirit walau pun jazadnya telah rusak binasa. Oleh karena itulah terdapat usaha-usaha manusia untuk memelihara jiwanya dengan cara mengadakan upacara yang disesuaikan dengan lingkaran hidupnya itu.

16