Ternyata pada suku bangsa Sunda upacara semacam itu sudah dimulaindengan menyelamati saat manusia dibenihkan. Pemakaian puisi sawer sesuai dengan saat-saat menyelamati itu.
(1) Sawer pada selamatan netes
Yakni selamatan sehubungan dengan saat pembuahan atau pembenihan. Yang sering diselamati terutama yang netes Sapar, ialah yang dibuahi bulan Sapar.
Selamatan itu maksudnya supaya tidak sasapareun, yakni pemarah atau suka berkelahi seperti tabiat anjing. Untuk wanita supaya tidak raris anjing, ialah banyak yang menyukai (laki-laki) tetapi kurang pemberannya. Pada sebagian tempat, yang disebut sasapareun itu ialah yang lahir bulan Sapar.
A' Prawirasuganda menerangkan (1964) bahwa selamatan ibu dan anak penting. Anak diselamati, baik waktu masih dalam kandungan, maupun sesudah lahir.
(2) Sawer pada selamatan kandungan
Umumnya yang diselarmati mulai kandungan berumur tiga bulan, empat bulan, lima bulan, tujuh bulan, dan sembilan bulan. Pada setiap selamatan bulan itu alat-alat kelengkapan upacara dan sesajen disesuaikan dengan arti perlambangnya.
Tiga bulan : sedekah bubur merah dan putih; peralatan berupa air dalam gendi, minyak wijen dan minyak kelapa yang telah didoai.
Empat bulan : sedekah ketupat, lepat, dan tangtang angin, yakni ketupat yang dibungkus dengan daun buluh.
Lima bulan : sedekah bangsal 'gabah', yang ditaruh dalam bokor 'bejana', ditutup dengan daun labu air; untuk dimakan dibuat juga nasi tumpeng atau nasi uduk.
Sembilan bulan sedekah bubur lolos, yakni bubur tepung kental, dibungkus dengan daun pisang yang berminyak, lalu digulungkan.
Pada upacara kandungan tiga bulan sampai dengan sembilan bulan (kecuali 7 bulan) yang dapat diartikan nyawer adalah pembacaan mantra magis oleh paraji 'dukun', bayi, yang biasanya diikuti dengan menipratkan air memakai daun hanjuang 'andung' ke kepala, tubuh, dan ruangan sekelilingnya, dikuti dengan bubuara menyemburkan bura beuweung ramuan yang dikunyah' sebagai usaha mengusir roh jahat.