telah melahirkan serangkaian upacara pernikaiian yang diiengkapi dengan upacara adat yang khidmat dan semarak, seperti yang dilaksanakan oleh Wahyu Wibisana di berbagai tempat di Jawa Barat.
Para informan umumnya mempunyai pendapat yang sama, bahwa dalam upacara pernikahan selalu disertai sesajen. Demikian pula R,H. Uton Muehtar dalim Modarta (1977 : 97-106) dan A. Prawirasuganda dalam Upacara Adat di Pamndan memberi keterangan yang jelas tentang digunakannya sesajen beserta arti perlambangnya di dalam upacara pernikahan. Keterangan itu dapat dirangkumkan sebagai berikut.
Sesajen yang lengkap di antaranya terdiri atas : sirih, pinang, kapur, gambir, tembakau (kelengkapan makan sirih), pelita bersumbu tujuh memakai minyak kelapa, sebutir telur ayam, bunga rampai, sagar enau, elekan ’bumbung bambu’ air dalam gendi batu pipisan, lumpang dan alunya, air dalam bokor dengan bunga rampai tujuh warna, dan uang receh, pakaian kedua mempelai satu perangkat yang akan dikenakan waktu nikah, dan benang tenun, ii'Lsan bengle, kunir, jaringao , daun andung, daun kemuning, daun pial ayam, serta parupuyan untuk membakar kemenyan. Semuanya itu mempunyai arti perlambang dan selokannya masing-masing yang berkaitan dengan pernikahan kedua pengantin.
Khusus untuk upacara nyawer kelengkapannya berupa beras kuning, irisan kunyit, bunga rampai, uang reeeh, dan tektek sepasang. Tektek ini sudah dibuat waktu upacara ngeuyeuk seureuh pada malam sebelumnya. Kelengkapan utama tektek ialah sirih, kapur, gambir, dan pinang. Cara membuatnya demikian : dua lembar sirih yang berlainan tangkai dirangkapkan berhadapan, sebelah punggungnya diulasi kapur, kemudian dilipat menjadi berceruk, pada ceruk sirih diletakkan gambir dan pinang.
Seureuh ’sirih’ perjambang reureuh ’reda’ nafsu. Dipergunakan dua lembar sirih yang berlainan tangkai melambangkan bersatunya wanita dan pria yang berlainan ibu dan bapak,
Pinang melambangkan permintaan (pinangan), dan seloka kehidupan, bahwa sesuatu hal tidak boleh berkelebihan, ibarat memakan pinang, kalau terlalu banyak akan menimbulkan pusing, tetapi kalau dengan kira-kira akan menambah enaknya makan sirih. Hal itu digambarkan dalam kelimat berikut :
Jambe nanabahan parele,
pinang sasmitaning menta
pangjejer na kahirupan,
seueur sok matak lieur,
saeutik teu ngandung harti,
nu wajar sinjger tengah
22