sastra yang bermanfaat untuk disimak, dan enak untuk dinikmati. Kecenderungan untuk menghibur bahkan diperlihatkan dengan diniasukannya acara lelucon ke dalam upacara nyawer seperti dilakukan oleh kelompokjuru sawer Pak Sukandi dari Purwakarta.
(3) Berkenaan dengan penyusunan teks puisi sawer dapat dikemukakan bahwa dalam perkembangannya mengalami perubahan pula. Sehubungan dengan sikap animistis, pada permulaannya penggubah menyusun sawer yang bersifat magis dengan bentuk semacam mantra atau rajah. Dengan datangnya pengaruh kesusastraan Islam, puisi sawer mempergunakan bentuk syair, dan bentuk ini mendominasi perpuisian sawer dalam masa sebelum perang. Apabila pada saat ini bentuk syair masih berkembang dengan baik, yang ditunjukkan oleh jumlahnya yang masih banyak dipergunakan, bisa ditarik kesimpulan baliwa kondisi kesatuan sosial masih bersifat tetap dan kurang diferensiasi. Dalam hal ini nyaia bahwa pandangan masyarakatlah yang belum semuanya berubah. Sebagian anggota masyarakat di Jawa Barat masih memandang bentuk syair sebagai satu bentuk yang dapat menyampaikan kehendaknya. Bentuk pupuh yang juga sudah dipergunakan sejak sebelum perang, kini tampaknya lebih banyak dipergunakan, Perkembangan yang nyata tampak dengan dipergunakannya bentuk sajak, kawih, dan sisindiran. Perpaduan bentuk pupuh yang bernada sajak, sajak yang berwarna papantunan, memberikan corak baru dalam teks puisi sawer, Penggunaan lagu-lagu baru untuk puisi sawer dalam bentuk pupuh, serta lagu yang sedang populer pada zamannya untuk kawih, menunjukkan adanya perubahan dan pembaruan dalam penyusunan teks, serta memperlihatkan kreasi baru para pengarangnya.
BiJa pada permulaan teks disusun sangat panjang, hingga mencapai 100 bait syair, kini penggubah hanya menyusun bait-bait yang terbatas, Beberapa orang informan berpendapat bahwa menuturkan puisi sawer dengan jumlah yang sangat banyak, tidak cocok lagi karena akan menimbulkan keresahan dan tidak bersifat etis.
(4) Perubahan daiam penyusunan isi teks juga tampak. Keeenderungan tematik nasihat memang masih tetap, tetapi nasihiat-nasihat dengan pola tradisional sudah muiai ditinggalkan. Pada puisi sawer corak baru nasihat yang disampaikan hanya hal-hai yang penting saja. Jadi, semacam deskirpsi perkembangan kejadian bayi dalam kandungan sudah tak pernah dilakukan lagi.
(5) Segi penggunaan bahasa tidak lepas dari perhatian para penggubah dan penutur. Ini ternyata dari caranya menyusun kalimat, menggunakan gaya bahasa dan ungkapan-ungkapan. Bahasa yang simbolis, kata-kata dan kalimat dengan pola-pola baku yang tradisional seperti dalam papantunan dan syair