B. Bentuk
Teks sawer ini terdiri atas 35 bait syair, dengan sebuah ungkapan penutup. Kaidah bentuk syair diindahkan benar dalam teks ini. Di dalamnya hanya ditemukan 2 baris yang menunjukkan adanya kesalahan guru wilangan, yaitu :
(1) | 6.1 | Indung anu ngaping; |
(2) | 18.1 | Lamun rek loyog nyantri. |
Kedua baris itu berturut-turut berjumlah 6 dan 7 suku kata, seharusnya masing-masing terdiri atas 8 suku kata.
C. Isi
(1) Tema dan Amanat
Dalam teks sawer ini, kecenderungan tematik yang paling menonjol ialah memberi nasihat dan memanjatkan doa (bagi anak yang baru dikhitan). Di samping itu, terdapat bagian yang menggambarkan kegembiraan hati orang tua atas telah berlangsungnya khitanan dengan selamat serta dengan restu sanak saudara.
Isi nasihat diperikan atas macam-macam perilaku, yang terperinci sebagai berikut: (1) agar menjadi anak penurut, patuh kepada orang tua; (2) agar berbaik-baik dengan sanak saudara dan teman-teman; (3) agar hidup berpegang pada hadis dan Qur'an; (4) agar berpandai-pandai dalam memilih mana yang baik dan mana yang buruk; dan (5) agar mengamalkan ilmu atau ajaran Islam. Doa yang dipanjatkan untuk anak yang baru dikhitan itu ialah (1) semoga ia menjadi anak yang saleh, taawa dan beriman, serta (2) semoga ia berhasil nanti, baik hidup sebagai pedagang, petani, pegawai, maupun dalam hidup keagamaan.
(2) Susunan
Berbeda dengan teks-teks sawer lainnya, teks sawer ini hampir seluruhnya berupa inti. Bagian pembukaan dan penutup dinyatakan, secara kuantitarif, dalam baris-baris yang sedikit sekali.
Pembukaan tersimpul dalam bait ke-1, yang memohon agar Tuhan melindungi anak yang baru dikhitan itu dengan keselamatan. Sedangkan bagian penutup hanya berupa sebaris ungkapan yang biasa digunakan untuk mengakhiri sebuah lagu kidung:
”Amin ya robbal alamin, mugi Gusti nangtayungan”