PENGANTAR
SRANGEGE SURUP MANTEN aarti harfiahnya: matahari keburu terbenam, arti perlambangnya: terlambat, orang yang akan dimintai ampunan telah meninggal, sebelum dapat bertemu.
Merupakan roman-sosial ke-2 (yang pertama berjudul ’Payung Butut’), yang digarap oleh penulis Ahmad Bakri, yang pada akhir-akhir ini mulai produktif.
Tema cerita sebenarnya tema klasik, yang pernah kita kenal melalui cerita Si Maling Kundang di Sumatera Barat dan Dalem Boncel di Jawa Barat.
Malin Kundang, karena durhaka kepada ibu kandungnya, ia dan istrinya dan semua pengiringnya seisi kapal, karam di laut dan kemudian jadi tumpukan batu karang di tengah-tengah gelombang.
Dalem (Bupati) Boncel, mendapat penyakit kulit yang tidak tersembuhkan sampai ajalnya, karena sebelumnya pernah mengusir ibunya di maka orang banyak dan ketika dalam kesadaran akan bertobat, ibunya sudah tak dapat ditemukan lagi.
Tokoh muda (20 tahun) dalam cerita ”Srangenge Surup Manten”, karena tidak mau mengakui ibu kandungnya dengan mengatakan ia tak pernah mempunyai ibu kecuali ibunya yang sekarang (ibu angkatnya). Ia pun pada akhir cerita digambarkan sebagai seorang yang tidak waras (gila), karena kena serapah (kutuk) ibunya.
Mengenai penyajian (gaya dan bahasa), masih tetap baik dan menarik (plastis, lancar, percakapan para pelaku hidup). Dalam cerita ini gaya humor segar tidak tampil, karena ceritanya memang ’melodramatik’, bila kita membandingkannya dengan romannya yang pertama.
Dan bila kita berpegang kepada ketetapan bahwa sebuah roman harus juga menyimpulkan sebuah kesan dan pesan, dibanding dengan karyanya terdahulu, kesan dan pesannya terasa menurun.
Hal ini sebabnya, —saya kira—, karena penulis tidak memasuk-