lama sesudah itu, istri pak Kasim menyusulnya ke Bandung, Karena tidak tahan hidup di perkebunan seorany diri. Sementara itu Nyi Empat menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Setelah lulus dari sekolah Mulo, Tatang pamitan kepada pak Kasim akan pulang ke perkebunan. Ia telah mendapat pe- kerjaan di Sumatra dan akan mohon doa restu kepada ayah bundanya. Pak Kasim disuruhnya tetap jadi bujang sekolah di Bandung. Nanti setelah ada ‘kepastian akan penempatannya di Sumatra, Tatang akan mengajak keluarga pak Kasim ke sana tinggal bersama dia. Tetapi beberapa tahun telah berlalu dari semenjak penjajahan Belanda sampai ke kemerdekaan Indonesia, baik Tatang maupun Nyi Empat tidak terdengar lagi beritanya oleh pak Kasim suami istri. Keduanya telah pergi menghilang begitu saja, tanpa me- ninggalkan jejak.
Tersebutlah keadaan Nyi Empat yang dahulu kabur itu. Ia pergi dari rumah karena ingin menghindarkan diri dari kejaran Anton. Beruntung sekali ia diterima oleh Ibu Eneng, seorang janda bekas Nyai-nyai Belanda yang kini hidup senang di kampung Tepang Sono. Mula-mula Nyi Empat dijadikan pembantu rumah tangganya an berganti nama Mimin. Pada Suatu malam, Ibu Eneng ter- pesona mendengar suara merdu dari Mimin yang sedang nembang sambil menabuh kecapi. Ibu Eneng yang semasa mudanya pernah menjadi penyanyi rong- geng itu segera menyukai Mimin dan merubah panggilan menjadi Neng Mimin. Sejak saat itu kehidupan neng Mimin berubah. Ibu Eneng sangat sayang kepadanya dan menganggap Mimin sebagai anak sendiri. Setiap ada perayaan di rumah lurah Maupun camat, Neng Mimin selalu dibawanya untuk menembang Sunda. Namun Neng Mimin menjadi terkenal sebagai seorang pesinden cantik yang mempunyai suara merdu. Kemudian Ibu Eneng mendirikan sebuah perkumpulan sandiwara dengan Neng Mimin
sebagai Sri Panggungnya. Nama Sandiwara itu ialah Tunil Sunda