Lompat ke isi

Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/197

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi
189
 
  1. Sang buaya menyusuri sungai, tinggal ki buaya putih, dikisahkan Den Lalana yang sedang diserbu, saat itu sedikit tidak hati-hati, dari yang mengejar, Den Lalana lari.
  2. Larinya kebetulan ke sungai termenung terjegat air, kalau pulang ke belakang, tentu mati, maju tercegat air, begitu derasnya mundur maju celaka.
  3. Akan tetapi daripada oleh mantri kena, tentu akan dipotong leher, lebih baik ke sungai, saat itu kemudian loncat, mencebur diri ke hilir, tapi tak lama, ditangkap, disanggap buaya putih.
  4. Kemudian dikulum Den Lalana oleh buaya, raden berkata sambil menangis, he jurig, hantu laut, saya jangan dilama-lama, segera telan hingga mati, jawab buaya, saya tidak berani membunuh.
  5. Saya kepada tuan mau menolong, jawab raden bahagia diri ini, kalau begitu jangan sampai sesak, dengan cepat dibawa ke darat, buaya meluncur cepat, sampai ke seberang, berhenti di pinggir air.
  6. Diturunkan Den Lalana oleh buaya, sudah berdiri di pinggir air, sambil berkata, mohon pertolongan bapak, saya itu bisa sehat, tidak ditolong, tentu saya celaka.
  7. Apa saya sebagai balasan buaya, karena tentu juga manusia bodoh, hina tidak punya, buaya putih menjawab, duh Agan yang saya hormati, bapak tidak mengharap balas budi.
  8. Sebab bapak kepada tuan itu kewajiban, dari duduk ditunggu-tunggu, sekarang baru bertemu malahan bapak wasiat, semoga tuan mau menerima, mau membela, bapa panggil pasti sampai.
  9. Syaratnya air tepuk tiga kali, kalau mau menerima kesusahan, tentu bapak datang, walaupun ada dimana, semoga tuan ingat, wasiat bapak d tang, jawab Den Lalana terima.
  10. Terima kasih tuan sekarang bapak mau pulang, buaya putih menghilang, tidak tahu perginya, tinggal den Jayalalana, sedang berdiri di pinggir air, yang mengejar yang dikisahkan di seberang sedang melihat-lihat.