an masyarakatnya merupakan karya sastra sejenis teater baca. Terdapat 17 macam pupuh yang dikenal dalam dunia sastra Sunda, yaitu: asmarandana, balakbak, dangdanggula, juru demung, durma, kinanti, gambuh, sinom, gurisa, magatru, makumambang, pucung, lambang, ladrang, pangkur, mijil, dan wirangrong.
Pada masa jayanya karya sastra wawacan, yakni pada zaman sebelum perang kemerdekaan, pembacaannya merupakan seni hiburan rumah tangga yang sangat populer, yang dilakukan setiap saat dan di mana saja terutama pada malam hari di mana orang-orang tengah beristirahat. Biasanya pembacanya duduk di tengah-tengah para penikmat, lalu dia melantunkan wawacan itu dalam irama tradisional.
Selain sebagai sarana hiburan, seni wawacan juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan penanaman nilai-nilai budaya, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai seni dan pesan-pesan budaya.
Dalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah zaman sastra bentuk lain, seperti cerpen dan novel. Bahkan dewasa ini tidak ada lagi karya sastra Sunda dalam bentuk wawacan. Pada kalangan masyarakat Sunda sendiri banyak yang tidak mengerti dan mengabaikan karya sastra Sunda tradisional. Hal ini pula yang menjadi masalah dalam penulisan ini.
Sebagai permasalahan khusus dalam penulisan ini adalah berhubungan dengan kandungan nilai budaya dari salah satu karya sastra Sunda tradisional dalam bentuk wawacan yang berjudul: "wawacan Jayalalana" Adapun masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Nilai-nilai luhur apa saja yang terkandung di dalam naskah Wawacan Jayalalana (WJ)?
- Sejauhmana relevansi dan peranannya dalam pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional.
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan umum dari penulisan adalah agar hasil analisis dan pengkajian naskah Wawacan Jayalalana (WJ) diharapkan dapat memberi masukan dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan dae-