Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/186

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

178

100. Dimana yang maling mengaku maling, kamu manusia sulit hati, tiada beda dengan wajah, ini karena tidak disayang, raksasa hijau, raksasa rata, raksasa 'wereng', raksasa tuli.

101. Ayahnya sangat marah, mentang-mentang sudah keinginan Allah, tiada panjang pikir, masuklah ke dalam puri, kemudian menemui pramesuri, ibu Lalana yang berhati-hati.

102. Ketika tiba kemudian berkata, istri kakak yang cantik, saya mau meminta kesedihan, beserta memninta izin, anak ketika Den Lalana, kurang ajar sekali.

103. Seakan bukan keturunan raja, keturunan pemimpin negeri, kepada orang tua yang memiliki sial sekali, terlebih pada akhimya, seperti anak bekas memuja, sekarang mau dipenggal.

104. Putri Wulansari gugup, ketika mendengar perkataan raja, jatuh pingsan, karena putra akan dipeggal, terlebih hanya satu-satunya, hati sedih sekali.

105. Saat itu raja meninggalkan tempat, meninggalkan pramesuri, membawa pedang untuk menebas, Den Lalana yang sedang menangis, sudah ditarik kepalanya, terlanjur datang den patih.

106. Dipegang tangan raja, sambil berkata agak 'ajrih', aduh gusti saya tobat, bukan mau melarang, hanya nanti dulu, sabarlah kan gusti itu bupati.

107. Dikenal raja yang unggul, terkenal adil bijaksana, kenapa sekarang jadi nista, hendak memotong leher anak kecil, malu sekali oleh semua, silakan raja pikirkan.

108. Mudah terdorong oleh napsu, apalagi ini putra raja, walaupun jelek tapi tetap putra, carilah hukum yang adil, jangan sembarangan, nyagakeun bebentor gusti.

109. Kata raja yang marah, sambil melirik kepada patih, karena nakal si Lalana, melepaskan burung Nori, sebab sudah diberi tahu, kalau lepas akan dipenggal lehernya.

110. Patih menyembah sambil, duh raja 'jungjunan', kalau begitu di luar kebiasaan, bukan harus dihukum mati, harusnya menanggung akibat, suruh mencari Nori.