227
hidup belum pernah menghitung uang, bahasa pasmat belum tahu, tahunya hanya enam uang.
551. Den Muda tertawa melihatnya, kelakuan kakek yang seumur hidup yang belum mengerti uang, menghitung uang ribu-ribu, akhirnya berkata, kakek kira harus cepat-cepat, mempunyai rumah besar, untuk tempat menyimpan uang.
552. Jawab kakek, kalau begitu sangat dibutuhkan, mempunyai rumah harus cepat, biar kakek belanja bahan, kami mau besok, rumah bisa diisi, jangan susah lagi.
553. Membeli bahan itu lama, ingin cepat-cepat pindah dengan kakek, kalau lama tidak jadi, selesai berkata Den Lalana, mengambil jimat cincin dari ibunya dahulu, lalu diulaskan pada mata, datang dua patih jin.
554. Oleh kakek tidak kelihatan, begitu juga yang bercerita tidak terdengar, berdesir seperti angin puyuh, pekerjaan melihat bengong, kening dikerutkan, sambil mengusap muka, sudah jelas tempat tersebut, sudah jadi negara yang bersih.
555. Hasil penciptaan patih jin, gedung rapih berjajar, pertamanan terlihat indah, jalan kereta terlihat bagus, pasar baru berdampingan dengan alun-alun, banyak orang yang hilir mudik.
556. Pelan-pelan pekerjaan, dimasukan meja, ranjang dari besi tempat tidur, alat-alat serba terbuat dari emas, pisin sendok terbuat dari emas, kursi tempat bekerja dihiasi dengan inten rukmi.
557. Tempat tidur dua tempat, yang satu tempat kakek dan nenek, tidak dibedakan seujung rambut pun, kakek dan nenek waktu itu, sedang merapikan tempat tidur, lalu turun untuk bercermin.
558. Tak lama lari, larak-lirik tangan di pinggang sambil berkata keras, jongos kamu cepat berkata di sini tidak ada singkong rebus.