Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/260

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

252

767. Tidak ada yang kalah dan menang, saling menumbuk, tidak sayang sama pati, tidak ingat mati, keris tumbak dan bedil saling "sulagrang", sama-sama berani, bermandikan getih.

768. Suaranya bagaikan gempa sedang "luluwukan", bumi bergetar karena perang, asapnya sudah gelap, bergetar keras sekali, yang celaka terdengar menjerit, mayat-mayat tergeletak, saling berjumpalikan merasa kasihan.

769. Prajurit Tunjung diserang hampir habis, barisan sudah pada bubar, oleh api ciptaan, yang besar dikejar-kejar, banyak yang lari prajurit Tunjungbang, hampir tidak ada yang sisa.

770. Raden patih mundur memberi tahu raja, duh gusti 'bali' prajurit habis sekali, sekarang terserah pada raja, Raja memanggil istrinya, dunungan kakak yang manis.

771. Kakak minta izin sekarang mau maju perang, melawan yang gagah sakti, istrinya menjawab, masih banyak prajurit jangan dulu maju perang, kecuali kalau sudah musnah, den muda berkata lagi.

772. Kakak kasihan kalau banyak yang mati, kata puteri silahkan perang, harus dibawa, kalau kakak wafat, saya mau ikut, membuang nyawa, hidup juga sengsara diri.

773. Prabu anom berkata sambil ngelus-elus, sayang sekali yang manis, oleh kakak diterima, kasih sayang pengabdian benar-benar, tapi harus berpikiran jernih, membela negara dan masyarakat.

774. Sayang sekali negara dijajah, gan puteri berkata manis, hanya kakak sendiri, harus hati-hati sekali, di doakan oleh saya, semoga perang menang, kalau kakak kalah perang.

775. Pasti saya pada kakak ikut mengabdi, Raden waktu itu, lalu pergi, menghadap mertua, semoga diberi izin, saya mau perang, ratu berkata, Ama juga mau ikut.