Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/321

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

314

 Berdasarkan pemakaian pupuh tampak bahwa pupuh Pangkur menempati posisi teratas dalam penggunaan nama pupuh. Hal ini tentunya disesuaikan dengan karakter pupuh, yang masing-masing memiliki daya lukis tersendiri. Dalam WJ banyak dikisahkan peristiwa pertempuran dan bentrokan antarpara tokoh yang baik dan jahat dalam menyelesaikan masalahnya. Sesuai dengan sifat lirik pangkur yaitu untuk melukiskan peristiwa yang dahsyat dan keras, maka WJ banyak menggunakan pupuh pangkur.
 Pupuh-pupuh tersebut di atas bukan merupakan bab, tetapi semata-mata hanya membedakan bentuk syair yang dipakai. Dengan demikian, pupuh-pupuh tersebut tidak membatasi suatu masalah yang diutarakan seperti pengertian bab. Penggantian pupuh kadang-kadang juga menunjukkan suatu batas isi cerita, tetapi kebanyakan suatu masalah diutarakan dalam beberapa pupuh (Edi S. Ekadjati dkk. 1993:128).
 Dalam menelaah isi Wawacan Jayalalana ini tidak berdasarkan atas pembagian urutan pupuh, akan tetapi dibagi menurut masalahnya. Berdasarkan isinya, Wawacan Jayalalana dikelompokan kedalam 5 (lima) tema. Kelima tema dimaksud adalah tentang: (1) Makna hidup, (2) Tipe guru yang baik, (3) Nasihat bagi yang orang muda, (4) Orang yang tak pantas didekati, (5) Orang baik harus berbakti kepada setiap orang.

1. Makna hidup
 Dalam mencapai kesempurnaan hidup, orang haruslah mengerti makna kehidupan ini. Untuk mengetahui perlulah dilakukan pendalaman agama sebagai ilmu batin dan ilmu-ilmu lainnya sebagai ilmu lahir. Oleh karena tidak mudah memahami ha! itu makan perlulah kepada guru yang baik. Hal itu digambarkan dengan jelas dalam kisah perjalanan Jayalalana mencari ilmu.

Nu matak ka dieu datang, maksudna rek ngalap elmu, jagana /alanang jagat santri andeling jurit.
Siang wengi hanteu kantun, diwurukan ku kiayi, Den Lalana pada manaiz, paham sakabeh elmu, kagagahan ka rongkahan,