Kaca:Hujan Munggaran - Genep Carita Pondok 1957.pdf/14

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus diuji baca

Mang Kentang gagal jadi pahlawan, mengharap dapat pujian dari Pak Mayor, malah jadi ejekan dan tertawaan para pemuda.

Cerpen kedua: Bulan Ngempur (bulan bersinar terang/bulan purmama).

Kembali si aku (Ayat) berkisah, kini dengan gaya dan nada romantis. Si aku sedang menunggu seorang temannya, yang sedang menyampaikan surat kepada satu alamat. Tiba-tiba, tidak diketahui dari mana datangnya — telah berdiri saja seorang gadis di mukanya dan bertanya mesra: “Ayat ieu teh? (Bukankah ini Ayat?). Dan Ayat seperti latah: “Isah ieu teh”. Dan mulailah rentangan ingatan masa silamnya: Ayat tak berani berterus terang mengatakan cintanya kepada Isah dan Isah tentu saja hanya bersikap pasip. Tampillah sahabat akrab Ayat ke muka, yang lebih berani, maka ialah yang beruntung. Sahabat itu bernama Darsim. Biarlah Darsim berbahagia, Ayat rela mengalah, menahan derita. Aku pergi ke Jakarta, lain daripada meneruskan sekolah untuk menghindarkan diri, agar tidak menambah luka hati....katanya.

Kini, di bawah bulan ngempur, — tiba-tiba saja Isah telah berdiri di hadapannya dengan pernyataan antara lain:

— Ayat masih bersedia menerima Isah yang pernah menye hati?

— Bagaimana? Benarkah ini?

— Alangkah malunya bila Isah bohong, lebih-lebih terhadap orang yang pernah disakitinya.

Mendengar ini Ayat merasa hidup kembali, harapan terbentang di mukanya, tapi ketika ia akan mulai bicara lagi, terdengar olehnya suara memanggil: ”Ayat, Ayat ....” Ayat mencagah ke arah suara, tapi ketika itu pula Isah menghilang dari pandangan, seperti halnya waktu datang, tak ketahuan ke mana perginya.

Suara yang memanggil tadi suara Mang Ondo, mengajak pulang.

Bulan ngempur kini cepat ke barat, mencari tempat istirahat, sedang dari sampai butek bau busuk menusuk hidung nyelinap masuk jantung.....

12