Kaca:Hujan Munggaran - Genep Carita Pondok 1957.pdf/15

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus diuji baca

Demikian penulis menutup cerpennya ”Bulan Ngempur”.

Cerpen ketiga: Hujan Munggaran (hujan permulaan) - sekaligus dipakai judul untuk seluruh kumpulan.

Pada mula-mula turun hujan untuk pertama kali si ’aku’, yang baru pulang bercukur tertimpa hujan, ia lari mencari tempat meneduh. Tiba-tiba dipanggil namanya oleh seseorang wanita muda yang berdiri di muka jendela.

Wanita muda itu ternyata Sri, teman sekelas ketika Sri masih tinggal dan bersekolah di Jakarta. Sekarang Sri meneruskan sekolah di Bandung. Berpisah setahun penuh tak pernah berjumpa, tentu saja masing-masing merasa kangen.

Pertemuan yang tidak diduga itu mengundang si ’aku’ untuk berani mengutarakan cintanya, yang selama ini terpendam, tapi ternyata tak punya keberanian. Si aku jengkel kepada dirinya dan menyumpahi sebagai pengecut.

Hujan makin besar, hari mulai malam, tapi keberanian itu tak mau muncul. Dalam pertemuan selama itu hanya keluar obrolan biasa: tentang teman-teman lama, teman-teman sekelas, tentang teman istimewa bernama Sidik, si ’aku’ malah benci kepadanya karena anak itu cunihin (kurang ajar - tak tahu sopan santun). Dan tambah benci karena si Sidik sering mencuil-cuil Sri tanpa malu-malu (inilah keistimewaannya).

Hujan tak kunjung reda “Terpaksa aku pulang” kata si aku - meskipun Sri menyarankan supaya menginap saja.

Waktu akan pulang Sri memberikan amplop. Pikir si aku: isinya barangkali pengakuan. Amplop itu tidak direkat (terbuka). Pasti terburu-buru pikir si ’aku’.

Sampai di rumah, segera dibuka, isinya undangan peresmian pertunangan Sri. Dengan siapa? Dengan seorang pemuda, bernama.....Sidik.

Undangan dilempar ke tempat sampah. Perasaan mengkal dan sebal mengiringi tubuh menggigil, karena ditimpa “Hujan Munggaran.”

Cerpen keempat: Nu Paling Penting (Yang paling penting). Bertemakan kritik pedas tapi halus dari seorang anak terhadap seorang ayah yang kalah pengaruh oleh sang istri.

13