Kaca:Randa Bengsrat-Roman Sunda.pdf/14

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus diuji baca

 Esih pundung, (menyingkiri kekesal hati), karena di rumah selalu jadi bahan persengketaan. Ia pergi malam-malam ke rumah uanya, Ua Ita. Ia ditegor diberi nasihat, ditanya sebab-sebabnya membuat sakit hati lelaki. Esih menjawab ketika Udi melamar, sebenarnya ia belum mau berumah tangga, ingin hidup bebas merdeka dulu. (pikiran ini datang terlambat — pengaruh bacaan, tentang Dewi Sartika, R.A. Kartini dan beberapa buku Pergerakan Wanita di luar negeri. Ikah saudara sepupunya yang jadi guru di Jakarta, yang membimbingnya).

 Randa (= janda). ”Tau tidak apa artinya janda?” kata Ua Ita. Bila ingin tahu, suatu peristiwa runtuhnya kemuliaan wanita, dan Ua Ita memberi ’Kuliah’ tentang kedudukan janda di mata masyarakat umum. Kemudian diakhiri dengan ucapan, ”Tak ada yang lebih sakit bagi kaum lelaki daripada dipista, lebih daripada ditampik langsung waktu melamar ........ camkanlah ini!”

 Hal ini memang tak terpikir oleh Esih. Ia terkejut seluruh tubuh terasa lemas, tapi tak dapat berbuat apa-apa, kecuali mencucurkan air mata.

 Esih memutuskan untuk pergi ‘Ke Jakarta’ naik kereta dari Cirebon. Di kampung sudah tak kerasan. Dalam kereta pikirannya merentang: Kini ia janda, disebut janda bengsrat. Teringat lagi kata Ua Ita, Janda selalu jadi permainan laki-laki dan itu Ardita suami Daswi, dari tadi matanya tak mengedip, menatap dia, padahal ada istrinya.

 Itulah ia pergi ke Jakarta, ingin merebut kembali dunia luas, tidak sempit seperti di kampung. Ia pergi bersama-sama dengan keluarga Ardita.

 Teringat pula Esih kepada Nyi Kuwu, Nyi Kuwu wanita terpandang jadi andalan ibu-ibu di kampung tapi pernah didebat ketika membela Udi, Esih dikeroyok oleh bibinya, oleh Ua Ita dan ibunya yang merasa segan dan malu, terhadap Nyi Kuwu.

 Esih meneruskan rentangan pikirannya, kini tentang wanita pada umumnya. Wanita hanya jadi budak kaum pria — menurut pendapatnya. Dalam kereta itu ia sempat berkenalan pula

12