212
rapih/akur, adik kakak sama-sama sakti, saling tonjok saling depak, saling dorong daan menempeleng.
425. Kemudian sama-sama mencabut pedang, saling pukul saling belah, saling sepak, menyerang sama-sama menyeranag, pedangnya tidak ada yang mempan, satu turunan kulit kuat sama-sama tidak 'bura' senjata tiada gunanya, perang terpotong oleh sore hari.
426. Setelah keluar dari arena perang, sama-sama pulang beristirahat dulu, dipesanggrahan sudah berkumpul, berjajar para pejabat utama, bertarung senang sekali sampai berguruh, banyak lauk-pauk, daging sapi daging kerbau.
427. Apabila macam minuman wama wami anggur kopi dan breni, 'soldah' arak dan limun, malamnya kemudian menari tayub, yang menari sebagaian sampai pagi, dikisahkan setelah siang,
bersiap-siap, bersiap-siap lagi para prajurit.
428. Tambur sudah berbunyi, terompetnya sudah dibunyikan, Raja Tunjungpura maju, ke arena perang menyandang sarung keris, begitu pula Raja Tanjung Puri maju, di arena sating berhadapan, prajurit semua bersorak keras.
429. Pada mulanya saling memukul gada, bunyinya keras saking kerasnya, dilempar batu tunjung bertubi-tubi semakin keras, ketika kena kemudian pingsan, tak lama kemudian sudah
bangun dan berdiri lagi, sambil dengan cepat mengangkat gada, memukul Raja Tangjung Puri.
430. Raja Tanjung Puri kemudian kena 'kokosodan' di tanah tidak ingat/sadar, yang bersorak semakin keras, topinya dilempar-lempar, topinya dilempar-lempar oleh penonton yang bersuka ria, yang dibawah bergantian.
431. Kita tunggu dulu yang sedang bertarung, sekarang cerita kembali lagi, Den Lalana yang diceritakan, yang sedang berjalan-jalan, dikisahkan kakeknya pendeta wiku, mencegat dihadapan lalana, raden Raspati kaget.
432. Den Lalana kemudian menyembah, tunduk duduk sambil agak segan, mencium kaki wiku, sang bagawan bahagia sekali,