214
angin, kelihatannya 'burung maancur' memegang bendo keramat, pilihan dia membuat Den Lalana lucu, seperti putra 'banjar patroma', 'kewes pantes hing urati'.
443. Saat itu sudah terlewati, tampak dari jauh negara sudah terlihat, Raden mengawasi dari atas, banyak orang, serta jelas terdengar suara berguruh, yang pergi menukik ke bawah, 'sumiriuk kadia walet.
444. Ketika melihat yang perang, Raden kemudian memakai cincin daan tiba-tiba lenyap, sekejap sudah turun, dihadapan yang perang, tak terlihat oleh adik yang sedang bertanding, tetap saja
saling gada, den putra sudah mengambil ancang-ancang.
445. Kemudian gadanya direbut, tiba-tiba gadanya menggulung tiada bekas pemiliknya bengong, karena tidak diketahui, tidak kapok kemudian sama-sama mencabut keris, ketika dilihat kerisnya hilang, hanya gadanya dipegang.
446. Raja kemudiaan mencatat pedang, ketika ditebaskan pedangnya hilang, kedua raja bengong, senjata keramatnya hilang, tak dimengerti heran sekali, menggelengkan kepala,jadi serba salah, andalannya sudah hilang.
447. Akhirnya saling depak, saling jambak, saling dorong dan menempeleng, tapi tidak bisa maju, mendorongnyaa tidak terus, sebab berat tiada beda mendorong gunung, dua raja sama-sama heran, berat lain dari biasanya.
448. Ketika sedang menghitung-hitung 'bangka pearsa' ada suara tapi tidak terlihat, jelas semuaa di depan, hei perang dihentikan, nanti dulu uwa jangan tergesa-gesa, dengan saudara tidak boleh perang, katanya juga tabu.
449. Yang beradu utusan saja, mengumbaar perkataan kakek dari gunung candani, yang sekarang jadi wiku, baru begitu suara yang perang berhenti sambil terus duduk, karena mendengar ayahnya, kaget dalam hati.
450. Setelah selesai kemudian berkata, hai suara siapa minta bukti, kalau manusia dari mana kampungnya, 'banjar krang