218
476. Yang melihat sama-sama heran, tuan putri yang kena anak panah, panah yang melesat cepat, melayang-layang, diangkasa, kemudian kabur jatuh, ditengah laut, anak panah yang sudah kembali, kepada raden sudah kembali lagi.
477. Dikisahkan yang pingsan tuan putri saat itu sudah sadar lagi, tersadar kemudian berkata, menangis tiada henti, aduh ayah saya lesu sekali, tiada daya, gemetar seperti yang 'kabadi'.
478. Yang melihat sama-sama heran, tuan putri yang kena anak panah, tiada bekas sedikitpun, malahan tambah bercahaya, Den Lalana kepada Aryakanta berkata, silakan kakak, sekarang kakak tidak akan benci.
479. Sebab penyakitnya musnah, yang membenci sebenarnya setan, putri yang setan yang menyamar, Aryakanta mendekat, sambil berkata kepada puteri, bagaimana 'enung' apa sekarang sudah sembuh, puteri menjawab tak dzim.
480. Duh kakak jungjunan 'ningwang', saya mohon mudah-mudahan, diberi {{sic|samaa|sama{{, kesalahan yang dulu, semua sayaa serahkan, yang mendengar semuanya menangis.
481. Asal benci jadi cinta, asal benci sekarang berbalik pikir, hati sembuh seperti dulu, dua raja sama-sama bahagia, adik kakak bersalaman sama-sama tersenyum 'kayungyun' melihat putera, yang manis sudah akur.
482. Raja Putra "Lawuh" Raja Putri, saat itu sama-sama hatinya bahagia, dipaksa Raden Muda, dijadikan raja, Raden sudah tidak boleh menolak, katanya sebagai balas budi, terpaksalah menurut, Raja Muda Tunjung Pura 'ngagaledug' pertanda sudah bersuara, pertanda memulai pengangkatan.
483. Semua rakyat bahagia sekali memiliki raja yang begitu lucunya, sudah tampan sakti serta muda, yang bersorak sampai bergemuruh, sambil melempar-lempar topi ke atas, sudah tetap Jayalalana, di Tunjung menjadi raja, oleh uwa 'didama-dama, di kaputren, ditunggui siang malam, bergiliran yang menjaga.