Lompat ke isi

Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/23

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

14

 Patih membawa burung itu ke hadapan raja. Raja sangat senang, ia bermaksud akan menghadiahkannya kepada anak kesayangan, yaitu Jayabrahma. Adapun Jayalalana dilarang keras untuk melihat, bahkan baru mendekati sangkarnya pun ia langsung dihardik.
 Suatu ketika Jayalalana sudah tidak sabar lagi ingin segera melihat burung itu. Ia menangisí nasibnya dan akhirnya memohon kepada Jayabrahma untuk dapat melihat burung itu sebentar. Jayabrahma marah-marah dan segera meninggalkan tempat itu. Tinggallah Jayalalana yang terkagum-kagum melihat keelokan burung nori.
 Tiba-tiba burung nori berbicara menyapa Jayalalana. Jayalalana kaget, ia tambah kagum karena ternyata burung itu bisa juga bicara. Sebaliknya burung nori alias jin Suruluk baru puas melihat rupa anak yang ditenungnya dulu. Setelah mengomentari perawakan Jayalalana yang menakutkan, burung nori pun menghilang secara tiba-tiba.
 Jayalalana sangat sedih, ia pasrah menerima amarah ayahnya nanti. Setelah diketahuí burung hilang, Jayabrahma beserta Raja sangat murka. Raja langsung memerintahkan patihnya untuk memenggal kepala JayaJalana. Akan tetapi perintah itu dapat dicegah oleh patih. Sebagai pengganti hukuman itu, Jayalalana harus pergi mencari burung nori yang hilang.
 Setelah mendapat restu dari ibunya, Jayalalana pergi mengembara, naik gunung turun gunung, makan minum seadanya yang ada di hutan. Ia tidak berani masuk ke perkampungan, sebab pernah baru muncul saja orang-orang berlarian. Mereka ketakutan melihat wajah Jayalalana.
 Akhirnya ia tiba di sebuah hutan lebat yang terkenal banyak perampok jahatnya. Di sana, ia hanya menemukan sisa kekejaman mereka saja, mayat-mayat bergelimpangan dan sudah membusuk. Para perampok saat itu kebetulan sedang tidak ada di tempat. Jayalalana pasrah dengan keadaan dirinya, ia berjalan terus memasuki hutan lebat.
 Berapa lama kemudian, Jayalalana tiba di suatu tempat yang keadaannya jauh berbeda dengan hutan sebelumnya. Tempat itu penuh dengan tanaman sayuran yang subur serta aneka macam tanaman buah-buahan yang lebat. Ketika dicari pemiliknya, tidak ditemukan seorang pun. Akhirnya Jayalalana memetik buah-buahan itu untuk dimakan. Telah lama ia tidak menemukan makanan selezat itu.