262
845. Kerbau mendekati panggangan, kayu mendekati gergaji, begitu seupamanya, Prabu Muda gembira hatinya, melihat prajurit beribu-ribu yang kabur, mayat saling menindih, darah bagaikan kali banjir, penuh terendam oleh air hujan.
846. Ratu tua hatinya bahagia, duh menantu kami itu sakti, mempunyai balad siluman, di tangguk sudah mati, terkepung oleh prajurit, tidak terlihat sudah terlewat, tidak panjang yang diceritakan, yang memuji kepada menanti aji, sudah maklum oleh paman yang lagi senang.
847. Saat itu di tempat perang terang, karena prajurit kalabur, balad yang seratus itu, tersebutlah sang Angun aji, anaknya sedang melaporkan, duh ama kalau begitu sayang, balad kita tentu berkurang, kalau didiamkan menantu Tunjurrgbang.
848. Lawannya hanya putra, bukan tandingan yang tipis, ratu bebuyutan banyak yang kalah perang, tinggal putera sendiri, yang bakal mengadakan perlawanan, boleh dilihat sebenarnya, bukan orang penyabit rumput, bukan orang keturunan penghumaan.
849. Siapa lawannya, oleh sebab itu mohon izin, ayahnya sudah mengijinkan, Raden Gandulaya pergi, berjalan satria tampan, tampan manis dan lucu, sebab satria sudah terkenal, termasyhur negeri, yang menaklukan seratus negara.
850. Gagahnya dari sejak kanak-kanak, sakti dari bawa ajali, pilih tanding digjaya, masih kecil jago perang, termasyur kemana-mana, di depan jimatnya cupu di belakang jimatnya pedang, dari pinggir membawa keris, tangan kanan memegang gondewa.
851. Berjalan tidak ada rasa rakut, seperti raden Sencaki, langkahnya seperti karna, rupanya tidak ada rasa takut, tersebutlah den Raspati, prabu muda Tunjung, terlihat masuk ke tempat perang, anaknya sang Angun Aji, Den Lalana memakai makuta kerajaan.