Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/326

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi
319
 

Artinya:

Sengsara sekali, memeluk batang kayu, kedinginan kena embun, sengsara siang malam, makannya pucuk kayu, atau memakan buah kecapi, apa yang ditemukan, bongborosan yang kecil-kecil, Raden putra di hutan sengsara.

 Selanjutnya digambarkan bagaimana sikap Jayalalana kepada ibunya ketika akan pergi berkelana, seperti yang diucapkan dalam kutipan dibawah ini:

Abdi pamit mugia ibu teh widi, sareng neda dunga, mugi maksud abdi hasil, sareng neda dihampura (Asmarandana, bait 121).
Tilas ibu kahesean ku sim abdi, mugi jembar manah nya hapunten lahir batin, teu kabujeng mulang tamba.

Artinya:

Saya pamit mudah-mudahan ibu memberi izin, juga memohon doa, mudah-mudahan maksud saya terlaksana, serta memohon maaf.
Bekas ibu mendapat susah dari saya, semoga jembar hati memaafkan lahir batin tidak sempat membalas budi.

 Pupuh di atas menunjukkan kepada kita bahwa cinta dan hormat kepada orang tua adalah suatu norma yang mendasar dalam agama Islam, seperti sabda Nabi Muhammad SAW. Keridlaan Allah bergantung pada keridlaan orang tua pula (Hadits Riwayat Turmudzy). Pupuh Asmarandana dalam naskah wawacan Jayalalana mengungkapkan betapa hormat dan santunnya tokoh Jayalalana. kepada orang tuanya. Dalam kondisi apapun, peranan orang tua tetap dijunjung tinggi, restu dan izin orang tua tetap diminta pada saat seseorang memulai pekerjaan besar.