Kaca:Wawacan Jayalalana.djvu/331

Ti Wikipabukon
Ieu kaca geus divalidasi

324

abdian yang tinggi. Itu semua, menurut anggapan orang Sunda, apabila diikuti sebaik-baiknya akan mampu mengundang dukungan dari lingkungan masyarakat.


4.2 Norma dan Nilai Sosial Budaya dalam Naskah Wawacan Jayalalana

 Manusia Sunda menjalani kehidupan selalu berpedoman kepada norma-noma atau nilai-nilai yang telah mengkristal dalam bentul pola tingkah laku masyarakat, norma-norma tersebut dituangkan dalam suatu pandangan hidupnya. Pandangan hidup ini merupakan suatu bentuk hasil dari pengkristalan pengetahuan dan proses adaptif antara manusia dengan dirinya, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam lingkungan, manusia dengan Tuhannya.
 Penuangan secara nyata, dapat dilihat dalam isi cerita Wawacan Jayalalana ini, di mana semua pola tingkah laku yang dianggap baik dan kurang baik digambarkan dengan jelas. Pandangan hidup manusia Sunda berpola pada dasar nilai-nilai kebenaran moral yang berlaku umum. Pandangan hidup ini memberi kontribusinya dalam mencari, menuntun dan membentuk manusia ke arah prinsip-prinsip benar, salah, serta menunjukan kebaikan, dan keburukan. Di samping itu, pola tingkah laku yang digambarkan dalam karakter tokoh, merupakan cerminan manusia dalam mengejar kepuasan; baik lahiriah maupun batiniah. Karena kita sadari bahwa kebaikan dan keburukan merupakan dua sisi bersebelahan tanpa batas yang jelas, begitu juga antara benar dan salah adalah dua kata yang mempunyai konotasi kabur apabila kita tidak mampu memaknai simbol yang muncul di dalamnya.
 Simbol-simbol yang dituangkannya pun merupakan ungkapan keseharian masyarakat Sunda dalam mengejawantahan kehidupannya sebagai makhluk sosial dan bagian dari alam semesta (mikro), sehingga ungkapan-ungkapan yang tertuang merupakan kristalisasi nilai yang telah berurata dan berakar dalam pergulatan hidupnya.